ternyata hari – hari itu pahit sejak mimpi – mimpi tiada berujung itu Mengendap di pusara kemaluan hatiku, sedingin kota yang menjelma Kematian dari ribuan sajak yang terpencil, kini darahku yang sedingin besi Perang melawan jutaan kekecewaan bersama surat – surat lamaran yang tak Pernah kunjung kembali.
Kutatar kembali segumpal daging yang ada dalam dadaku, sebab keringat Ini telah mengering sekering kota yang tak mengijinkan aku memakai baju, Wajahku semakin jelaga sejak udara dibubuhi mantra buhun para Penyamun, tetapi masih saja mulut – mulut sesumbar itu meneriakkan yel – yel Menyakitkan sedang mereka telah berikrar menjadi saudaraku
Inikah realita dari sebuah dongeng yang ditiupkan malaikat ketika aku Masih semedi di rahim ibu, atau mungkin inikah rahasia buku iliyyin di bahu Kananku, jika itu benar maka pantaslah sang penyair pernah berkata
“Manusia adalah mahluk yang diciptakan dari separuh dongeng dan separuh kenyataan” Akulah orang itu