Kita telah sampai di pantai. Matamu jadi sampan, menyimpan sobekan layar. Kau sulap batang bakau jadi kemudi, dan kau biarkan aku merana di tepi pantai ini. Tak mungkin nuh akan kembali setelah kecewa mengenang putranya. Serupa aku kini yang tak ingin mengingat betapa jauh perjalanan telah dilintasi. Kau lihat,kedua telapak kakiku pecah-pecah, tak lagi bisa menulis silsilah ombak dulu juga yang menghapus segala sejarah. Kenangan kenangan tak bertanda, tanda tanda yang tak terbaca. Serupa buku tanpa lagi punya halaman
Kita telah berada di tepi pantai. Rambutmu jadi nyiur, wajahmu menyimpan angin. Ombak menanti kita berlayar di tubuhnya. Menggapai gemuruh, memeluk pulau pulau-Nya.
Sebab, di laut ini aku jadi imam bagimu. menegakkan hati setiap ombak menyapa. Dan, sobekan layar jadi sajadah berwaktu waktu kita sujud. Meniupkan takbir Kita telah sampai. Jangan lupa melayari ruh. sampan yang menjelma dari matamu membelah rahasia. Di mana mesti kupulangkan makanan ini, sebab mihrab milik Imran tinggal kenangan? “Di mana pun kau melangkah, di situ mihrab kepunyaan-Nya,” katamu. Dari wajahmu, angin melajukan sampan. Kulintasi pulau demi pulau… “O, bila pelayaranku ini sampai?” Aku kehilangan tanya